Notification

×

Iklan

Iklan

Pelajaran Besar dari Rupiah Terbakar

Jumat, 26 September 2025 | 22.23 WIB Last Updated 2025-09-26T15:23:20Z

 


Aktualita.co  Asap tipis mengepul dari dalam oven. Seorang remaja bergegas membuka pintu, mengira adonan rotinya sudah matang. Namun yang ia dapati justru tumpukan kertas yang hangus terpanggang. Ironis, sebuah oven yang seharusnya digunakan untuk membuat roti, justru menjadi saksi hilangnya tabungan keluarga. Pertanyaannya, apakah uang yang sudah gosong itu masih bisa diselamatkan?

***

Tak pernah terbayangkan, sebuah oven justru menjadi saksi terpanggangnya uang puluhan juta rupiah. Seorang remaja putri di Kalimantan Barat panik bukan kepalang setelah mendapati uang lebih dari Rp20 juta yang disimpan orangtuanya di dalam oven, hangus terbakar saat ia berniat memanggang adonan.

Kisah ini tentu bukan yang pertama. Sebelumnya, masyarakat Kalimantan Barat juga digemparkan oleh insiden serupa ketika uang tunai dalam jumlah besar musnah dilalap api akibat kebakaran rumah. Sebagaimana ungkapan, nasi telah menjadi bubur, penyesalan memang selalu datang terlambat.

Fenomena menyimpan uang tunai dalam jumlah besar di rumah masih kerap terjadi, meski risikonya tinggi. Alasan klasik yang sering terdengar adalah anggapan bahwa menabung di bank merepotkan atau membutuhkan prosedur berbelit. Akibatnya, pilihan sederhana menyimpan uang di lemari, laci, atau bahkan oven, dianggap lebih aman dan praktis. Padahal, kenyataan membuktikan sebaliknya.

Perilaku ini tidak bisa dipandang sepele. Ada setidaknya dua konsekuensi serius. Pertama, kerugian finansial pribadi. Pemilik uang berpotensi kehilangan harta dalam jumlah besar hanya dalam sekejap. Kedua, kerugian social dan ekonomi. Setiap lembar rupiah yang terbakar sejatinya adalah bagian dari peredaran uang sah di masyarakat. Jika uang dalam jumlah besar musnah, maka akan berpengaruh pada jumlah uang beredar dan bisa berdampak pada stabilitas ekonomi lokal. Dengan kata lain, uang terbakar bukan sekadar kisah duka individu, melainkan juga masalah kolektif.

Pertanyaan yang selalu muncul adalah: apakah uang terbakar masih bisa digunakan atau ditukar?

Bank Indonesia telah menetapkan aturan jelas mengenai uang Rupiah yang rusak atau cacat. Uang terbakar masuk dalam kategori tersebut, dengan catatan tertentu. Penggantian hanya dapat dilakukan apabila keaslian uang masih bisa dikenali. Untuk menukar uang rusak/cacat, termasuk yang terbakar, masyarakat perlu melampirkan surat keterangan dari kelurahan atau kantor polisi setempat. Bank Indonesia kemudian akan meneliti keaslian dan tingkat kerusakan uang tersebut.

Ada beberapa syarat utama agar uang kertas yang rusak bisa ditukar dan mendapat penggantian. Pertama, Fisik uang lebih besar dari dua pertiga (2/3) ukuran aslinya. Kedua, ciri-ciri keaslian uang masih bisa dikenali. Ketiga, uang masih merupakan satu kesatuan, dengan atau tanpa nomor seri lengkap. Jika tidak utuh, kedua nomor seri tetap harus lengkap dan sama. Namun, jika ukuran fisik uang kurang dari 2/3, maka penggantian tidak akan dilakukan. Caranya pun mudah. Masyarakat hanya perlu mendaftar terlebih dahulu melalui aplikasi PINTAR (Penukaran dan Tarik Uang Rupiah) di http://pintar.bi.go.id.

Lebih baik mencegah daripada mengobati. Ya, prinsip ini sangat relevan dalam kasus uang terbakar. Sebagai warga negara, kita memiliki tanggung jawab untuk merawat rupiah, bukan hanya karena nilainya, tetapi juga karena statusnya sebagai satu-satunya alat pembayaran yang sah di Indonesia.

Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang menegaskan: "Rupiah merupakan satu-satunya alat pembayaran yang sah." Dengan demikian, transaksi apapun hanya bisa dilakukan dengan uang rupiah layak edar yang masih dikenali keasliannya.

Lebih jauh, tragedi uang terbakar sesungguhnya menyingkap persoalan yang lebih dalam: rendahnya literasi keuangan di sebagian masyarakat kita. Padahal, menyimpan uang di bank bukan hanya lebih aman dari risiko kebakaran, pencurian, atau kelalaian, tetapi juga turut menggerakkan roda perekonomian nasional.

Kini saatnya kita berhenti menganggap menabung di bank sebagai sesuatu yang merepotkan. Justru di situlah langkah kecil namun besar nilainya: melindungi harta, menjaga stabilitas rupiah, sekaligus menggerakkan roda perekonomian bangsa. Mari hentikan kebiasaan lama yang berisiko. Simpanlah rupiah di tempat yang benar. Karena setiap lembar rupiah bukan hanya soal uang, melainkan tentang masa depan kita bersama!

Penulis: Hendy Pebrian Azano Ramadhan Putra
Pekerjaan: Pegawai Bank Indonesia