Sejarah Hari Patriotik Gorontalo 23 Januari 1942 -->

Iklan Semua Halaman

Sejarah Hari Patriotik Gorontalo 23 Januari 1942

Minggu, 23 Januari 2022


AKTUALITA.CO - Provinsi Gorontalo memperingati Hari Patriotik setiap tanggal 23 Januari. Hari ini juga dinamai sebagai Hari Kemerdekaan Gorontalo.

 

Sejarah Hari Patriotik dimulai saat H.I. Nani Wartabone yang juga merupakan Pahlawan Nasional Indonesia ini memproklamirkan kemerdekaan Indonesia pada 23 Januari 1942.

 

Ia lahir dari keluar ningrat pada 30 Januari 1907 di Kampung Suwawa,Gorontalo. Nani Wartabonepun mendapat kesempatan untuk bersekolah di sekolah Belanda. Tetapi saat itu, ia tidak nyaman dengan pengajaran di sekolahnya yang kerap mengkerdilkan bangsanya.

 

Nani Wartabone memulai karir politiknya saat ia mendirikan Jong Gorontalo di Surabaya. Ia menjadi sekretaris Jong Gorontalo pada 1923. Pada tahun 1928, Nani kembali ke Gorontalo lalu membentuk perkumpulan tani (hulanga).  Nani Wartabone juga menjadi pemimpin cabang Partai Nasional Indonesia (PNI) di daerahnya. Setelah PNI dibubarkan ia kemudian aktif di Muhammadiyah. 

 

Pada bulan Juli 1931 ia memipin rapat PNI dan berani melawan pihak kolonial yang ingin membubarkan rapat tersebut dengan mendemontrasikan lagu “Indonesia Raya”. Pada 1941 ia membentuk organisasi rahasia Komite 12 untuk menghadapi perang Pasifik.

 

Hingga kemudian Nani Wartabone memimpin perlawanan. Sebelum memproklamirkan kemerdekaan, Nani Wartabone dan pasukannya menangkap semua pejabat Belanda di Gorontalo. Ribuan warga Gorontalo tumpah memenuhi jalan-jalan tanpa memandang suku, agama, dan jabatan, mereka menduduki kantor-kantor pemerintahan Belanda. Kepala polisi, asisten residen, dan kepala kontrol ditahan.

 

Bendera penjajah pun diturunkan, Merah Putih dikibarkan di depan Kantor Pos Gorontalo. Peristiwa saat itu dikenal sebagai Hari Patriotik, sebutan lainnya: proklamasi kecil. Kantor Pos yang menjadi tempat pengibaran Bendera Merah Putih tersebut ditetapkan oleh Menteri Kebudayaan dan Pariwisata dengan Surat Keputusan Permenbudpar No PM 10/PW 007/MKP 2010 sebagai Cagar Budaya Nasional yang dilindungi oleh Undang-undang Cagar Budaya No 11 Tahun 2010.


 

Perjuangan belum selesai

 

Sayangnya, perjuangan menuju Indonesia merdeka belum usai. Selepas Belanda kalah, Jepang datang dan melarang sang saka Merah Putih berkibar dan menurunkan bendera Indonesia pada 6 Juni 1942. Perlawanan kembali dikobarkan.

 

Hingga kemudian, Nani Wartabone ditangkap dan diasingkan ke Manado pada 30 Desember 1943. Ia ditangkap dengan tuduhan menyiapan pemberontakkan. Ia baru dilepaskan Jepang pada 6 Juni 1945 bersamaan dengan jatuhnya PM Tojo-PM Jepang ke-40 yang mendorong Jepang pada peperangan. Masa itu itu telah tampak tanda-tanda kekalahan Jepang dari sekutu.

 

Pada 16 Agustus setelah Jepang menyerahkan pemerintahan kepadanya, Nani Wartabone mengadakan upacara kenaikan kembali “Sang Saka Merah Putih”. Selanjutnya saat mendengar Soekarno memproklamirkan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, Nani Wartabone dan pasukannya segera menyatakan diri bergabung dengan pemerintahan Indonesia. 

 

Pada 28 Agustus 1945 ia berhasil menguasai Telekomunikasi Radio Jepang, dan membentuk Dewan Nasional. Ia dipenjara selama 15 tahun dan dibebaskan dengan syarat tidak boleh memasuki Indonesia Timur.

 

Perjuangannya, terus berlanjut pada tahun 1958 ia memimpin penumpasan terhadap pemberontak Permesta di Gorontalo.


Mengenang Pengorbanan Nani Wartabone

 

Nani Wartabone mendapatkan gelar Pahlawan Nasional pada peringatan Hari Pahlawan 2003 silam. Untuk mengenang perjuangannya di kota Gorontalo dibangun Tugu Nani Wartabone untuk mengingatkan masyarakat Gorontalo pada kejadian yang bersejarah pada 23 Januari 1942.  Tugu tersebut di bangun di Taman Taruna Remaja.  Patung Nani  artabone dibangun pada tahun 1988 dan didesain oleh pematung Kristanto. Dibuat menggunakan perunggu. Patung ini diresmikan oleh Walikota Gorontalo Drs. Ahmad Nadjamuddin.


Namanya juga diabadikan untuk Taman Nasional Bogani Nani Wartabone, Sulawesi Utara. 

Beliau meninggal pada 3 Januari 1986 di Suwawa,Gorontalo. Makam Haji Nani Wartabone di Kabupaten Bone Bolango Gorontalo ditetapkan sebagai cagar budaya dengan SK PM.10/PW.007/MKP/2010 pada 8 Januari 2010. 


Nani Wartabone juga mendapat julukan sebagai Petani Pejuang dan dianugerahi pula gelar adat Pulanga, "Talo Duluwa Lo Lipu" yang berarti "Sang Pembela Negeri".