Penggunaan Blockchain dalam Industri Penerbitan -->

Iklan Semua Halaman

Penggunaan Blockchain dalam Industri Penerbitan

Selasa, 31 Mei 2022


Pasar buku digital memang belum sebesar buku konvensional. Walau demikian tren penggunaan buku digital semakin besar. Hasil survei yang dilakukan oleh Gramedia Digital pada 2019 mengungkapkan jika sebanyak 85% dari total responden media digital memilih e-book sebagai media digital yang paling banyak digunakan. Menyusul kemudian livestreaming dan e-magazine.


Salah satu isu yang paling mencuat dari penyebaran ebook adalah persoalan copyright. Beragam pendekatan dilakukan untuk memecahkan hal ini baik pendekatan hukum maupun pendekatan teknologi. Salah satu pendekatan teknologi yang ditawarkan yaitu penggunaan blockchain.  Teknologi blockchain dianggap menjadi salah satu jalan untuk menjawab persoalan hak cipta dalam industri penerbitan di ruang digital.


Karena sifatnya yang tidak terpusat, maka tidak ada seorang pun atau satu lembaga pun yang bisa memegang kendali. Kodenya tersebar pada ribuan perangkat yang saling terkoneksi. Sifat lain dari blockchain adalah transparan serta sistem audit yang lebih baik.


Lahirnya Blockchain dan NFT


Secara sederhana blockchain adalah teknologi bank data digital yang saling terhubung dan bisa digunakan untuk mengeksekusi sebuah transaksi. Investopedia menerjemahkan blockchain sebagai sebuah pusat data terdistribusi yang dibagikan pada setiap titik yang ada pada jaringan komputer.


Kita bisa mengandaikan blockchain sebagai sebuah buku tempat kita mencatat “transaksi”. Menariknya, “buku besar” ini tidak dapat dimodifikasi dan tidak dapat dirusak. Sekali transaksi tercatat di blockchain maka ia akan selalu ada di sana.


Pengunaan blockchain pada awalnya selalu dilekatkan dengan cryptocurrency yaitu bitcoin.  Karena memang Blockchain mulanya digunakan pada bitcoin yang dikembangkan pada tahun 2009 oleh Satoshi Nakamoto. Walaupun sejatinya wacana bitcoin telah ada sejak tahun 1991 saat Stuart Haber and W. Scott Stornetta menerbitkan jurnal dengan judul Journal of Cryptography: How to Time-Stamp a Digital Document.


Perkembangan selanjutnya dari blockchain adalah NFT atau non fungible token atau biasa disebut sebagai token digital. Penggunaan NFT mulai populer pertama kali pada tahun 2017, saat game NFT pertama CryptoKitties mulai diluncurkan memanfaatkan blockchain ethereum. 


Prinsip NFT yang memanfaatkan blockchain sebenarnya mirip dengan mata uang kripto seperti  bitcoin. Bedanya, NFT tidak bisa saling dipertukarkan, melainkan hanya bisa diperjual belikan. Dari game, lukisan hingga foto banyak dijual sebagai NFT, hingga kemudian ebook mulai diperdagangkan sebagai NFT.


Ebook sebagai NFT


Perusahaan yang telah menggunakan teknologi blockchain dalam dunia penerbitan misalnya Publica. Perusahan ini disebut sebagai perusahaan pertama yang mengaplikasikan penggunaan blockchain dalam industri publishing.


Publica merupakan platform yang menjadikan ebook sebagai NFT. Teknologi NFT memungkinkan kreator memproteksi kekayaan intelektual karya merek dari pencurian dan pembajakaan. Secara sederhana, penulis atau pembuat konten mengunggah buku atau konten literasinya dan akan segera diubah menjadi token. Pembeli bisa membeli buku tersebut melalui katalog Publica dan mengaksesnya melalui aplikasi e-reader. Pembeli buku tersebut, juga bisa menjualnya kembali melalui Publica dan memindahkan hak kepemilikannya kepada pembeli lain.


Platform lainnya adalah Bookchain.ca yang dikelola oleh Scenarex sebuah perusahaan teknologi asal Kanada.   Bookchain memungkinkan seseorang mempublikasikan dan mendistribusikan kontennya menjadi sebuah NFT (Non-fungible tokens).  


Berbasis jaringan ethereum, Bookchain merupakan platform distribusi ebook online. Platform ini menggunakan smart contract yang memungkinkan pengguna menggunggah ebook mereka dan mengatur konfigurasi keamanan, keterlacakan, atribusi hak dan pengaturan distribusi, serta memperkenalkan fitur opsional penjualan kembali.


Dalam sebuah wawancara yang dimuat di Thecreativepenn.com, Simon-Pierre Marion, CEO dan founder Scenarex mengungkapkan bahwa  blockchain bahkan menjadi pencatat yang lebih baik dibandingkan sistem pencatatan perbukuan selama ini yang disebut ISBN, atau kalau pun tidak menggantikan ISBN karena ISBN dibutuhkan di buku fisik, tetapi akan menjadi pelengkap ISBN.


Selain mengenai isu hak cipta, blockchain juga dikaitkan dengan kemampuan mmembuat smart contract atau kontrak pintar. Maka tidak ada lagi penerbit yang akan mencurangi penulis karena kontraknya dibuat secara otomatis.


Tentu saja dibutuhkan waktu yang masih sedikit lebih lama untuk melihat perkembangan blockchain dalam industri penerbitan di Indonesia. Mengingat, NFT dan juga ebook di Indonesia masih sedang dalam masa yang sangat awal. Tetapi dengan kecepatan perubahan yang terjadi di dunia digital, bukan tidak mungkin hasilnya akan terlihat kurang dari 5 tahun ke depan.