Aktualita.co - Dalam beberapa dekade terakhir, perubahan iklim telah menjadi salah satu isu paling mendesak di dunia. Sebagian besar penyebabnya berasal dari aktivitas manusia, seperti pembakaran bahan bakar fosil, deforestasi, dan polusi yang tak terkendali. Aktivitas-aktivitas ini menghasilkan gas rumah kaca yang memerangkap panas di atmosfer, sehingga memicu peningkatan suhu global. Dampaknya meluas, mulai dari perubahan cuaca ekstrem, rusaknya ekosistem alam, ancaman terhadap kesehatan manusia, hingga gangguan ekonomi global.
Laporan dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) tahun 2023 menunjukkan bahwa suhu rata-rata permukaan bumi pada periode 2011-2020 telah meningkat 1,09°C dibandingkan masa pra-industri (1850-1900). Kenaikan ini semakin cepat sejak tahun 1970 dan diperkirakan akan terus meningkat jika tidak ada tindakan drastis untuk menekan emisi gas rumah kaca. Menurut laporan Swiss Re Institute (2021), suhu global bisa naik hingga 3,2°C pada tahun 2025 jika langkah mitigasi yang diperlukan tidak segera diambil.
Pertumbuhan ekonomi yang pesat tanpa pengelolaan yang bijak, bersama dengan industrialisasi yang tidak berkelanjutan, memperparah kerusakan lingkungan. Rehman (2021) menyoroti bahwa industri yang tidak ramah lingkungan telah mempercepat bencana alam seperti banjir, kekeringan, dan badai yang semakin sering terjadi akibat perubahan iklim. Hal ini tidak hanya mengancam kehidupan manusia, tetapi juga keberlangsungan ekosistem dan keanekaragaman hayati global.
Dari perspektif ekonomi, dampak perubahan iklim sangat terasa. Swiss Re Institute (2021) memprediksi bahwa kenaikan suhu global bisa menyebabkan penurunan Produk Domestik Bruto (PDB) global hingga 18% pada tahun 2050. Di Indonesia, cuaca ekstrem yang dipicu oleh perubahan iklim diproyeksikan menimbulkan kerugian ekonomi lebih dari Rp100 triliun setiap tahunnya, dan angka ini dapat meningkat hingga 40% dari PDB pada 2050 tanpa upaya mitigasi yang memadai. Kolaborasi antara sektor publik dan swasta menjadi sangat penting untuk mempercepat transisi menuju ekonomi yang lebih berkelanjutan dan rendah karbon.
Peran sektor perbankan juga sangat krusial dalam kerusakan lingkungan, seperti yang disoroti oleh Romli dan Zaputra (2021). Bank yang memberikan pembiayaan tanpa memperhitungkan dampak lingkungan dari nasabah turut berkontribusi pada degradasi lingkungan. Sebagai lembaga yang menyediakan kredit dan investasi, sektor perbankan berperan signifikan dalam menentukan arah pertumbuhan industri. Oleh karena itu, konsep green banking atau perbankan hijau semakin penting diterapkan.
Green banking merupakan sebuah pendekatan perbankan yang memastikan aktivitas sektor ini tidak merusak lingkungan. Menurut Hossain (2016), green banking mendorong praktik bisnis yang lebih bertanggung jawab terhadap alam. Bank Indonesia (BI), sebagai otoritas moneter, memainkan peran penting dalam mendorong sektor perbankan untuk mengadopsi kebijakan yang mendukung keberlanjutan. BI menyadari bahwa sektor keuangan memiliki dampak besar terhadap lingkungan melalui kegiatan operasional dan keputusan pembiayaan. Karena itu, BI telah aktif mendukung penerapan green banking di Indonesia.
Pada tahun 2009, BI memperkenalkan pedoman green banking untuk mendorong bank-bank mengadopsi prinsip-prinsip keberlanjutan, seperti pengurangan emisi karbon, efisiensi energi, dan pengelolaan limbah. Langkah ini menunjukkan komitmen BI untuk memastikan bahwa sektor keuangan berkontribusi dalam pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan dan mitigasi perubahan iklim. Pada tahun 2012, BI mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 14/15/PBI/2012, yang mewajibkan bank melakukan analisis lingkungan sebelum memberikan kredit. Kebijakan ini bertujuan agar bank lebih selektif dalam membiayai proyek-proyek yang memiliki risiko terhadap lingkungan.
Peran proaktif BI dalam mendorong green banking dan keuangan berkelanjutan memberikan dampak positif tidak hanya pada stabilitas ekonomi, tetapi juga perlindungan lingkungan. Dengan mempromosikan praktik perbankan yang ramah lingkungan, BI membantu memitigasi risiko perubahan iklim dan menciptakan sistem keuangan yang lebih berkelanjutan.
Selain mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan, penerapan green banking juga berpotensi meningkatkan nilai perusahaan. Wahid, dkk. (2021) mengungkapkan bahwa keterbukaan dalam green banking meningkatkan kepercayaan masyarakat, yang berdampak positif pada kinerja dan nilai perusahaan. Dengan mengadopsi green banking, sektor perbankan tidak hanya mendukung keberlanjutan lingkungan, tetapi juga memperkuat posisi mereka dalam jangka panjang.
Kolaborasi antar sektor menjadi kunci utama dalam menghadapi tantangan perubahan iklim. Penerapan kebijakan keberlanjutan seperti green banking merupakan langkah penting dalam memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak mengorbankan kelestarian alam dan kesejahteraan generasi mendatang.
Penulis: Hendy Pebrian Azano Ramadhan Putra, Pegawai Bank Indonesia