Inilah Sejarah Kata Nusantara Sebelum Digunakan Sebagai Nama Ibukota -->

Iklan Semua Halaman

Inilah Sejarah Kata Nusantara Sebelum Digunakan Sebagai Nama Ibukota

Selasa, 18 Januari 2022



AKTUALITA.CO - Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa secara resmi memaparkan nama Ibu Kota Negara (IKN) baru, yaitu Nusantara. 


"Alasannya adalah Nusantara sudah dikenal sejak dulu, dan ikonik di internasional, mudah dan menggambarkan kenusantaraan kita semua,Republik Indonesia dan saya kira kita semua setuju dengan istilah Nusantara itu," ungkap Monoarfa dalam Rapat Pansus IKN, Senin (17/1/2022).


Setidaknya, ada 80 usulan nama Ibu Kota Negara yang diusulkan seperti Negara Jaya, Nusantara Jaya, Nusa Karya, Pertiwipura, dan Cakrawalapura.


Lalu seperti aja sejarah lahirnya kata "Nusantara" tersebut?


Sejarah Istilah "Nusantara"


Nusantara berasal dari bahasa Jawa Kuno yaitu Nusa yang berarti "Pulau" dan Antara yang bermakna "Luar". Pada awalnya, Nusantara bukan hanya Indonesia. 


Kata ini tercatat pertama kali dalam kitab Negarakertagama untuk menggambarkan konsep kenegaraan yang dianut Majapahit; yang kawasannya mencakup sebagian besar Asia Tenggara, terutama pada wilayah kepulauan.


Mahapatih Gadjah Mada dari Majapahit yang terkenal dengan Sumpah Palapa juga menggunakan kata Nusantara.  Sumpah Palapa berbunyi "Lamun huwus kalah Nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring gurun, ring Seran, Tanjung Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, Samana isun amukti palapa." Artinya, "Jika telah mengalahkan Nusantara, saya (baru akan) melepaskan puasa. Jika mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikian saya (baru akan) melepaskan puasa."


Nibras Nada Nailufar, dalam Asal-usul Istilah Nusantara (Kompas.com) menjelaskan jika kata "Nusantara" jika sebagian Jawa (Jawa Tengah dan Jawa Timur) tidak termasuk dalam Nusantara yang disebutkan Gajah Mada, karena wilayah tersebut berada di bawah langsung pemerintah Majapahit. Nusantara digunakan untuk menyebut daerah di luar Majapahit yang perlu ditaklukkan.


Mohammad Yamin, dalam Gajah Mada: Pahlawan Persatuan Nusantara menjelaskan wilayah Majapahit baru meliputi Jatim dan Jateng saja tahun 1331 masehi. Pada tahun yang sama Ratu Tribhuwana Tunggadewi melantik Gajah Mada menjadi Patih Majapahit.


Saat dilantik itulah Mahapatih Gajah Mada mengikrarkan Sumpah Palapa di hadapan ratu dan para menteri Majapahit. Sumpah tersebut membuat Gajah Mada bertekad menyatukan Nusantara di bawah kekuasaan Majapahit. Sehingga Majapahit mencapai masa keemasan di bawah kepemimpinan Raja Hayam Wuruk tahun 1350-1389 masehi. Dari sinilah tafsir Mohammad Yamin akan luasnya wilayah Majapahit setelah itu. 


Dari Ki Hajar Hingga Douwes Dekker


Ki Hajar Dewantara yang kemudian mengusulkan kembali nama ini sebagai salah satu nama alternatif untuk negara merdeka pelanjut Hindia Belanda. Kendati nama "Indonesia" yang akhirnya dipilih, tetapi "Nusantara" juga kerap digunakan untuk menyebut kepulauan Indonesia. 


Beberapa sumber juga menyebutkan nama Douwes Dekker, penulis Belanda yang terkenal dengan Max Havelaar juga pernah menggunakan kata Nusantara untuk menyebut kepulauan yang secara geografis berada di antara dua benua dan dua samudera alias wilayah modern Indonesia. Walaupun dia lebih memilih kata "Insulinde" untuk menyebut Indonesia. Nama Insulinde berasal dari Bahasa latin yang merujuk pada kata Insulair, Insula dan Indus yang berarti pulau Hindia.


Di tahun 1943, Bernard H.M Vlekke menulis buku Nusantara: A History of Indonesia yang ditulisnya sejak tahun 1941. Dalam buku ini, Vlekke menggunakan Nusantara sebagai judul, salah satunya karena menghormati Ki Hajar Dewantara.